Wednesday, February 4, 2009
I Lego NY
Small bits of New York City life represented by Lego.




Many more here at his NYTimes blog
By Illustrator Christoph Niemann




Many more here at his NYTimes blog
By Illustrator Christoph Niemann
Monday, February 2, 2009
Drawn to this BMW spot
If there's something I love more than extremely bad puns, it's watching someone draw. I think that's why I always liked the UPS spots (even if the guys hair is annoying). Here's a neat video for BMW that also drew me in...
It's a teaser for the new BMW "PAS" (Progressive Activity Sedan) vehicle which is rumored to be launching sometime this month.
Via bmw-web.tv
It's a teaser for the new BMW "PAS" (Progressive Activity Sedan) vehicle which is rumored to be launching sometime this month.
Via bmw-web.tv
Sunday, November 16, 2008
Melacak Jejak Subordinasi Wanita
Oleh: Aulia Latif
Wanita dikisahkan diciptakan dari tulang rusuk lelaki. Artinya ia ada setelah laki-laki, ia selalu menjadi yang kedua sejak sejarah penciptaan diyakini. Lalu, tentang dilemparkannya manusia ke dunia juga karena salah wanita. Adam dan Hawa, sepasang manusia yang masih menjadi mahluk surga turun pangkat menjadi mahluk dunia karena Hawa memakan buah larangan. Demikian pula dalam mitologi Yunani tentang kisah kotak pandora yang dibuka oleh seorang wanita membawa malapetaka, wabah penyakit dan semua derita di dunia. Setelah diciptakan sebagai yang ke 2 kemudian wanita menjadi masalah bagi dunia. Demikian mitos tentang wanita sebagai mahluk kedua.
Dalam sejarah modern indonesia kita mengenal Kartini, sebagai sosok wanita jawa yang cerdas namun tertindas oleh budaya. Ia dipaksa menikah dengan bupati Rembang, budaya memaksanya hanya untuk menjadi 'kanca wingking'. Pikirannya yang progresif revolusioner di jamannya terekam dalam surat-suratnya yang dibukukan menjadi buku "habis gelap terbitlah terang". Ia bercita-cita memperjuangkan emansipasi, singkatnya persamaan hak. Pada masanya adalah hak untuk menentukan pilihan. Sekolah wanita yang dibuatnya merupakan bentuk resistensi terhadap subordinasi wanita.
Dunia kita saat ini dominasi patriarki sangatlah terasa. Perspektif keilmuan modern yang diderivasikan dari tradisi eropa secara implisit menyebut bahwa manusia hanyalah Laki-laki berkulit putih, beragama kristen dan berpendidikan modern. Diluar kategori itu hanyalah kurang manusia dan belum manusia sepenuhnya. Posisi wanita di tradisi eropa sekalipun masih sub ordinat. Bahkan secara satir, Jacques Lacan seorang filsuf-psikoanalis postrukturalis Perancis menyebut bahwa wanita itu tidak ada. Kuasa patriarkal dalam mendefinisikan dan memposisikan wanita hanya sebagai objek menjadi dasar pemikiran dari pernyataannya. Perlu diingat mendefinisikan berarti menguasai.
Era kontemporer semakin mempertegas posisi wanita sebagai yang subordinat dalam peradaban manusia. Tentunya semua pernah mendengar mengenai 3 masalah dunia yakni : harta, tahta dan wanita. Wanita menjadi masalah dunia. Ini menegaskan dunia adalah milik laki-laki. Agama juga tidak ketinggalan mendefinisikan wanita. Semua kitab suci agama samawi punya ayat-ayat seringkali ditafsirkan oleh laki-laki (karena menjadi imam?) mensubordinasikan wanita. Dalam islam hak poligami yang dimiliki laki-laki menegaskan dominasi patriarki. Baru-baru ini malah negara (lewat RUU pornografi) juga ikut-ikut untuk mensubordinasikan wanita sebagai penyebab kerusakan moral.
Kapitalisme juga tidak tanggung-tanggung dalam mengeksploitasi wanita. Industri kecantikan hingga hiburan berlomba mengukuhkan dominasi patriarki. Hampir seluruh tayangan iklan selalu memakai model wanita untuk menarik konsumen. Iklan produk perawatan tubuh wanita yang mendominasi televisi, selalu menawarkan citra kekaguman laki-laki atas wanita jika menggunakan produknya. Ini menunjukkan bahwa penghargaan atas wanita ditentukan oleh laki-laki. Lagi-lagi dominasi patriarki yang mereduksi posisi wanita sebagai manusia utuh.
Belenggu partiarki menjadikan tubuh dan pikiran wanita tidak pernah menjadi milik mereka sendiri dan penindasan itu bisa terjadi melalui agama, ideologi dan industri.
Selalu ada harapan, seperti dalam mitos dilemparkannya adam dan hawa. Mereka masih punya kesempatan untuk kembali ke surga. Dipertegas dalam doktrin agama, surga ada dibawah telapak kaki ibu. Dan, sampai saat ini semua ibu dari seorang anak adalah wanita. Demikian juga dengan Kotak Pandora, yang terakhir kali keluar adalah harapan. Seperti relief di Candi Sukuh dilereng Gunung Lawu menunjukkan simbol Yoni (kelamin wanita) yang menghadap ke Timur. Simbol ini bermakna harapan baru selalu muncul dari wanita, Timur adalah arah terbitnya matahari perumpamaan masa depan. Mendefinisikan adalah menguasai, maka berdayalah para wanita untuk menguasai dan mereproduksi wacana tentang dirinya.
Wanita dikisahkan diciptakan dari tulang rusuk lelaki. Artinya ia ada setelah laki-laki, ia selalu menjadi yang kedua sejak sejarah penciptaan diyakini. Lalu, tentang dilemparkannya manusia ke dunia juga karena salah wanita. Adam dan Hawa, sepasang manusia yang masih menjadi mahluk surga turun pangkat menjadi mahluk dunia karena Hawa memakan buah larangan. Demikian pula dalam mitologi Yunani tentang kisah kotak pandora yang dibuka oleh seorang wanita membawa malapetaka, wabah penyakit dan semua derita di dunia. Setelah diciptakan sebagai yang ke 2 kemudian wanita menjadi masalah bagi dunia. Demikian mitos tentang wanita sebagai mahluk kedua.
Dalam sejarah modern indonesia kita mengenal Kartini, sebagai sosok wanita jawa yang cerdas namun tertindas oleh budaya. Ia dipaksa menikah dengan bupati Rembang, budaya memaksanya hanya untuk menjadi 'kanca wingking'. Pikirannya yang progresif revolusioner di jamannya terekam dalam surat-suratnya yang dibukukan menjadi buku "habis gelap terbitlah terang". Ia bercita-cita memperjuangkan emansipasi, singkatnya persamaan hak. Pada masanya adalah hak untuk menentukan pilihan. Sekolah wanita yang dibuatnya merupakan bentuk resistensi terhadap subordinasi wanita.
Dunia kita saat ini dominasi patriarki sangatlah terasa. Perspektif keilmuan modern yang diderivasikan dari tradisi eropa secara implisit menyebut bahwa manusia hanyalah Laki-laki berkulit putih, beragama kristen dan berpendidikan modern. Diluar kategori itu hanyalah kurang manusia dan belum manusia sepenuhnya. Posisi wanita di tradisi eropa sekalipun masih sub ordinat. Bahkan secara satir, Jacques Lacan seorang filsuf-psikoanalis postrukturalis Perancis menyebut bahwa wanita itu tidak ada. Kuasa patriarkal dalam mendefinisikan dan memposisikan wanita hanya sebagai objek menjadi dasar pemikiran dari pernyataannya. Perlu diingat mendefinisikan berarti menguasai.
Era kontemporer semakin mempertegas posisi wanita sebagai yang subordinat dalam peradaban manusia. Tentunya semua pernah mendengar mengenai 3 masalah dunia yakni : harta, tahta dan wanita. Wanita menjadi masalah dunia. Ini menegaskan dunia adalah milik laki-laki. Agama juga tidak ketinggalan mendefinisikan wanita. Semua kitab suci agama samawi punya ayat-ayat seringkali ditafsirkan oleh laki-laki (karena menjadi imam?) mensubordinasikan wanita. Dalam islam hak poligami yang dimiliki laki-laki menegaskan dominasi patriarki. Baru-baru ini malah negara (lewat RUU pornografi) juga ikut-ikut untuk mensubordinasikan wanita sebagai penyebab kerusakan moral.
Kapitalisme juga tidak tanggung-tanggung dalam mengeksploitasi wanita. Industri kecantikan hingga hiburan berlomba mengukuhkan dominasi patriarki. Hampir seluruh tayangan iklan selalu memakai model wanita untuk menarik konsumen. Iklan produk perawatan tubuh wanita yang mendominasi televisi, selalu menawarkan citra kekaguman laki-laki atas wanita jika menggunakan produknya. Ini menunjukkan bahwa penghargaan atas wanita ditentukan oleh laki-laki. Lagi-lagi dominasi patriarki yang mereduksi posisi wanita sebagai manusia utuh.
Belenggu partiarki menjadikan tubuh dan pikiran wanita tidak pernah menjadi milik mereka sendiri dan penindasan itu bisa terjadi melalui agama, ideologi dan industri.
Selalu ada harapan, seperti dalam mitos dilemparkannya adam dan hawa. Mereka masih punya kesempatan untuk kembali ke surga. Dipertegas dalam doktrin agama, surga ada dibawah telapak kaki ibu. Dan, sampai saat ini semua ibu dari seorang anak adalah wanita. Demikian juga dengan Kotak Pandora, yang terakhir kali keluar adalah harapan. Seperti relief di Candi Sukuh dilereng Gunung Lawu menunjukkan simbol Yoni (kelamin wanita) yang menghadap ke Timur. Simbol ini bermakna harapan baru selalu muncul dari wanita, Timur adalah arah terbitnya matahari perumpamaan masa depan. Mendefinisikan adalah menguasai, maka berdayalah para wanita untuk menguasai dan mereproduksi wacana tentang dirinya.
Wednesday, August 27, 2008
Masjid
Masjid adalah tempat ibadah orang islam, dalam prakteknya tempat ibadah ini bisa menjadi sumber kekuasaan yang bisa jadi mempengaruhi posisi pemrakarsanya. Masjid di sebuah kompleks pemukiman adalah biasa. Sebagian besar masyarakat indonesia terutama di Jawa, adalah muslim. Wajar jika masjid dominan di permukiman di Jawa. Namun ada hal yang menarik dari masjid yang berdiri di pemukiman liar di perkotaan. Setelah rumah-rumah dibangun, kemudian masjid berdiri. Inilah yang saya lihat di kota kelahiran saya, solo. Pasca kerusuhan ’98 banyak pemukiman liar yang berdiri disepanjang bantaran sungai, lahan kosong dan rel kereta api.
Perhatian saya tertuju pada masjid masjid yang berdiri di pemukiman-pemukiman liar ini. Kenapa mereka (penghuni pemukiman liar) selalu membangun masjid. Hal ini saya temukan di dua pemukiman liar yang sering saya lewati, di dekat jembatan Kalianyar Ngemplak dan belakang kampus UNS Kentingan. Pernah juga sekali saya salat di masjid yang ada di pemukiman liar dibelakang UNS. Saya tergelitik untuk berpikir, sebenarnya telah ada masjid yang berada dekat dengan pemukiman ini tapi mengapa mereka membangun masjid sendiri. Awalnya jawaban saya standar saja, mereka butuh tempat untuk beribadah yang dekat. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan saya tentang pemaknaan terhadap suatu bangunan, saya mulai berpikir ulang.
Masjid adalah tempat ibadah muslim, yang selalu identik dengan Umat Islam. Ingatan saya tentang kerusuhan ’98 saya bongkar kembali, saat itu untuk mengamankan toko dari penjarahan dan pembakaran pemilik toko menuliskan pribumi muslim didepan atau tembok tokonya. Harapannya dengan memakai identitas muslim dan pribumi, harta benda pemilik toko menjadi aman. Sangat mungkin, sebagian besar orang kecewa yang rusuh merupakan bagian dari “umat islam” yang mayoritas, sehingga (harapannya) mereka tidak akan menyerang sesamanya. Jika di pemukiman liar ada masjid bukankan itu penegasan pada identitas ke-islaman yang lebih kuat. Siapa yang menyangkal jika, masjid adalah simbol terkuat dari umat islam, sebagai penanda kuasa atas ruang.
Makna yang terbangun dari adanya masjid di pemukiman liar adalah representasi adanya “umat islam” disana. Kemudian, dalam doktrin yang sering didengar oleh masyarakat: muslim harus membantu sesamanya karena mereka bersaudara. Kekuatan emosional yang terbangun dari adanya masjid sangat besar. Kekuatan ini akan sangat berguna pada saat otoritas atau pemilik tanah yang sah melakukan penertiban, masjid akan menaikkan daya tawar mereka. Apalagi jika penggusuran dilakukan secara paksa, konfliknya berpotensi untuk berkembang menjadi isu agama karena masjid ikut digusur. Di kota Solo yang sering disebut sebagai kota sumbu pendek ini sangat mungkin terjadi. Track record kerusuhan di kota ini mengkin yang paling panjang, paling tidak di Jawa Tengah.
Pikiran saya tentang masjid di pemukiman liar ini belum tentu benar, sangat mungkin saya salah. Bisa jadi tujuan para pemrakarsa masjid tersebut hanya untuk membangun tempat untuk beribadah. Namun, tetap saja bangunan merupakan monumen kepentingan manusia. Semisal Taj Mahal, sebuah masjid, tapi ia bukan sekedar tempat ibadah. Taj Mahal merupakan monumen cinta seorang raja pada permaisurinya dan sebagai bukti betapa berkuasanya raja saat iru. Saya pikir demikian halnya dengan masjid di pemukiman liar. Ia merupakan strategi pembentuk kekuatan (kekuasaan) dengan menggunakan ikatan emosional sebagai strategi pertahanan diri para penghuninya. Masjid tidak lagi berfungsi hanya sebagai tempat ibadah, ia bisa jadi menjadi legitimasi kuasa alternatif atas ruang.
Perhatian saya tertuju pada masjid masjid yang berdiri di pemukiman-pemukiman liar ini. Kenapa mereka (penghuni pemukiman liar) selalu membangun masjid. Hal ini saya temukan di dua pemukiman liar yang sering saya lewati, di dekat jembatan Kalianyar Ngemplak dan belakang kampus UNS Kentingan. Pernah juga sekali saya salat di masjid yang ada di pemukiman liar dibelakang UNS. Saya tergelitik untuk berpikir, sebenarnya telah ada masjid yang berada dekat dengan pemukiman ini tapi mengapa mereka membangun masjid sendiri. Awalnya jawaban saya standar saja, mereka butuh tempat untuk beribadah yang dekat. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan saya tentang pemaknaan terhadap suatu bangunan, saya mulai berpikir ulang.
Masjid adalah tempat ibadah muslim, yang selalu identik dengan Umat Islam. Ingatan saya tentang kerusuhan ’98 saya bongkar kembali, saat itu untuk mengamankan toko dari penjarahan dan pembakaran pemilik toko menuliskan pribumi muslim didepan atau tembok tokonya. Harapannya dengan memakai identitas muslim dan pribumi, harta benda pemilik toko menjadi aman. Sangat mungkin, sebagian besar orang kecewa yang rusuh merupakan bagian dari “umat islam” yang mayoritas, sehingga (harapannya) mereka tidak akan menyerang sesamanya. Jika di pemukiman liar ada masjid bukankan itu penegasan pada identitas ke-islaman yang lebih kuat. Siapa yang menyangkal jika, masjid adalah simbol terkuat dari umat islam, sebagai penanda kuasa atas ruang.
Makna yang terbangun dari adanya masjid di pemukiman liar adalah representasi adanya “umat islam” disana. Kemudian, dalam doktrin yang sering didengar oleh masyarakat: muslim harus membantu sesamanya karena mereka bersaudara. Kekuatan emosional yang terbangun dari adanya masjid sangat besar. Kekuatan ini akan sangat berguna pada saat otoritas atau pemilik tanah yang sah melakukan penertiban, masjid akan menaikkan daya tawar mereka. Apalagi jika penggusuran dilakukan secara paksa, konfliknya berpotensi untuk berkembang menjadi isu agama karena masjid ikut digusur. Di kota Solo yang sering disebut sebagai kota sumbu pendek ini sangat mungkin terjadi. Track record kerusuhan di kota ini mengkin yang paling panjang, paling tidak di Jawa Tengah.
Pikiran saya tentang masjid di pemukiman liar ini belum tentu benar, sangat mungkin saya salah. Bisa jadi tujuan para pemrakarsa masjid tersebut hanya untuk membangun tempat untuk beribadah. Namun, tetap saja bangunan merupakan monumen kepentingan manusia. Semisal Taj Mahal, sebuah masjid, tapi ia bukan sekedar tempat ibadah. Taj Mahal merupakan monumen cinta seorang raja pada permaisurinya dan sebagai bukti betapa berkuasanya raja saat iru. Saya pikir demikian halnya dengan masjid di pemukiman liar. Ia merupakan strategi pembentuk kekuatan (kekuasaan) dengan menggunakan ikatan emosional sebagai strategi pertahanan diri para penghuninya. Masjid tidak lagi berfungsi hanya sebagai tempat ibadah, ia bisa jadi menjadi legitimasi kuasa alternatif atas ruang.
Sunday, August 17, 2008
Gracias por la espera
Que tal, les escribo solo para informar que estare de regreso, disculpen que me haya desaperecido, pero eso de trabajar y estudiar esta un poco dificil...
SALUDOS
SALUDOS

Sunday, August 3, 2008
Pertandingan Olah Raga: Ruang Baru Nasionalisme
Benar kata Kenz, ia bilang ada nasionalisme dalam sepakbola. Namun, perlu diingat itu hanya terjadi selama event berlangsung, tidak setiap saat. Dalam berbagai event olahraga kini menjadi ruang bagi nasionalisme. Bulu tangkis bisa jadi merupakan fondasi nasionalisme Indonesia yang tersisa saat ini. Walaupun sudah meredup, paling tidak Indonesia masih diperhitungkan. Sepakbola sepertinya terlalu susah menyulut nasionalisme secara intensif, beda jika menjadi penyulut kerusuhan, ia sangatlah konsisten. Sederhananya, menurut saya, nasionalisme adalah euforia ia bisa redup-terang, pasang-surut, timbul-tenggelam. Nasionalisme selalu membutuhkan ruang untuk meng-ada, olahraga adalah salah satunya. Jika nasionalisme masih diinginkan dan dibutuhkan, ruang-ruang baru harus selalu dibuka dan diciptakan. Saya tekankan olahraga hanya salah satunya. dan lagi, jika nasionalisme hanya digantungkan pada olahraga. Akan bagus jika menang, tapi bagaimana jika kalah. Nasionalisme tetap ada tapi meredup, jika terus kalah akan makin redup, bukan mustahil suatu saat padam. Nasionalisme adalah imajinasi bagi rasa berbangsa, bernegara dan bertanah air. Jika nasionalisme itu padam, maka tak ada lagi bangsa, negara dan tanah air.
Ada hal menarik tentang nasionalisme dalam bulutangkis. Ini terkait dengan diskriminasi terhadap ras cina. Semua orang Indonesia tahu, atlit bulutangkis dari Liem Swei King sampai kini, banyak atlitnya keturunan cina. Secara de jure mereka adalah orang indonesia, namun mereka tetap memiliki tambahan label keturunan. Selama even pertandingan bulutangkis berlangsung, mereka menjadi sangat Indonesia. Perbedaan mereka yang keturunan menjadi lebur dalam "Indonesia". Seluruh negeri menjadi satu dalam nasionalisme. Jika menang nasionalisme membumbung tinggi, ingat saat Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma meraih emas tunggal putri dan putra dalam olimpiade. Seluruh negeri memuji mereka, tidak lagi memandang mereka keturunan cina atau pribumi, mereka Indonesia dan kita Indonesia, mari kita rayakan nasionalisme. Begitulah cerita kecil kebhinekaan dalam ruang olahraga yang menghidupkan nasionalisme. Semoga cerita kecil ini sering diungkap, supaya nasionalisme saat redup tak lagi mendua, menjadi pribumi dan keturunan.
Ada pula nasionalisme terjadwal, reguler, sebuah perayaan hari kemerdekaan yang sebentar lagi kita rayakan- ini juga sebuah ruang yang masih bisa menjadi persinggahan nasionalisme untuk mengada.
Ditulis di Loji Gandrung Solo.
Ada hal menarik tentang nasionalisme dalam bulutangkis. Ini terkait dengan diskriminasi terhadap ras cina. Semua orang Indonesia tahu, atlit bulutangkis dari Liem Swei King sampai kini, banyak atlitnya keturunan cina. Secara de jure mereka adalah orang indonesia, namun mereka tetap memiliki tambahan label keturunan. Selama even pertandingan bulutangkis berlangsung, mereka menjadi sangat Indonesia. Perbedaan mereka yang keturunan menjadi lebur dalam "Indonesia". Seluruh negeri menjadi satu dalam nasionalisme. Jika menang nasionalisme membumbung tinggi, ingat saat Susi Susanti dan Alan Budi Kusuma meraih emas tunggal putri dan putra dalam olimpiade. Seluruh negeri memuji mereka, tidak lagi memandang mereka keturunan cina atau pribumi, mereka Indonesia dan kita Indonesia, mari kita rayakan nasionalisme. Begitulah cerita kecil kebhinekaan dalam ruang olahraga yang menghidupkan nasionalisme. Semoga cerita kecil ini sering diungkap, supaya nasionalisme saat redup tak lagi mendua, menjadi pribumi dan keturunan.
Ada pula nasionalisme terjadwal, reguler, sebuah perayaan hari kemerdekaan yang sebentar lagi kita rayakan- ini juga sebuah ruang yang masih bisa menjadi persinggahan nasionalisme untuk mengada.
Ditulis di Loji Gandrung Solo.
Subscribe to:
Posts (Atom)